POSTMALANG,- Malang memang selalu memiiki cerita. Kawasan ini selalu menjadi tujuan wisata pilhan di Jawa Timur.
Berbagai macam wisata yang menarik terdapat di kawasan Malang. Salah satunya adalah wisata religious yang terletak di Gunung Kawi.
Di kawasan ini terdapat dua buah pesarean keramat Kyai Zakaria yang lebih akrab dikenal Eyang Junggo dan satu lagi miliki Iman Soedjono. Kedua pesarean ini terletak di Desa Wonosari, Kecamatan Wononari Kabupaten Malang.
Katanya, Kyai Zakaria dan Imam Soedjono dikenal sebagai sesepuh pertama dari Gunung Kawi. Mereka berdua adalah symbol perlawanan kekuasaan colonial Belanda di tahun 1825-1830. mereka melarikan diri pada saat akhir perang jawa pada pimpinan Pangeran Dinpenogoro. Biasanya, untuk mengenang jasa-jasa beliau, setiap tahun pada bulan suro penanggal 1 muharam selalu diadakan ritual suci di kawasan ini.
Tujuan dari ritual satu suro ini adalah untuk ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan kepada leluhur mereka yaitu Eyang Junggo dan Imam Soedjono. Karena jasa merek di Desa Wonosari Kabupaten Malang. Mereka diketahui memberikan tanah yang subur dengan alam yang indah bagi kehidupan masyarakat setempat. Sehingga bisa memberikan kehidupan masyarakat Gunung Kawi sebagai petani yang makmur.
Untuk Masyarakat Wonosari, ritual satu suro adalah wajib. Selain menyangkut kelangsungan hidup masyarakat sekitar, ritual ini juga ditujukan untuk keselamatan masyarakat Kabupaten Malang.
Baca juga: Sewu Dino, Bagian 24
Ritual satu suro akan dimulai dengan arak-arakan kirab sesaji keliling desa kawasan Gunung Kawi. Dan akan diikuti oleh seluruh masyarakat sekitar Gunung Kawi. Tua muda bisa menigkuti arak-arakan ini dengan menggunakan pakaian tradisional Jawa.
Berbagai atribut dan property akan menghiasai arak-arakan ini. Juga berbagai macam bahan makanan dan tumpeng turut hadir menjadi pemandangan menari di dalam arak-arakan.
Tumpeng-tumpeng hias akan ditarush ditas jolen. Berbagai bentuk jolen hias dan lucu akan ikut mendukung ritual satu suro itu. Mulai dari bentuk burung merak sampai kereta kuda akan turut menghiasi kirab tersebut. Kreasi jolen ini merupakan salah satu ekspresi kebahagiaan masyarakat terhadap keberadaan Eyang Junggo di desa mereka.
Semua warga diwajibkan mengikuti kirab sesai ini. Tanpa terkecuali masyarakat yang sedang berkunjung dikawasan ini. Tua-muda berbaur dan bergotong royong dalam perayaan ini. Hal ini adalah sebagai gambaran kerukunan semua elemen masyarakat Desa Wonosari kabupaten Malang.
Kegiatan yang diadakan setahun sekali ini berpusat di pesarean Eyang Junggo di lereng Gunung Kawi. Persembahan sesaji berupa bahan makanan adalah sebuah perlambang kemakmuran hidrup warga desa setempat. Sambal membawa bunga setaman, mereka akan memanjatkan doa untuk mendapatkan berkah dari Sang Yang Agung.
Arak-arakan ini berjarak 3km mengelilingi kawasan kawi. Dari mulai pintu masuk hingga berpusat di pesarean Eyang Junggo tempat pemberkahan sesaji. Dengan symbol bangunan kuno dan prasasti berupa lempengan marmer berwarna merah dengan tuisan berwarna unin emas. Symbol ini adalah tahta tertinggi seorang penghuninya. Masyarakat mempersembahkan yang terbaik untuk Eyang Junggo yaitu dengan persembahan sesaji.
Sesaji itu berupa tumpeng diatas jole yang nantinya akan menjadi rebutan untuk pengunjung untuk dimakan bersama setelah kirab sesaji dibacakan doa. Sesaji itu diyakini sebagai lambang kemakmuran dan membawa rezeki untuk siapa saja yang bisa memakannya.
Namun, pada malam sebelum kirab sesaji dilaksanakan, berbagai acara akan dilakukan sebagai ketentuan ritual sat suro. Yaitu melakukan pengajian, pertunjukan wayang kulit semalaman, dan pembagia angpao kepada barongsai ikut meramaikan ritual satu suro di padepokan Eyang Junggo.
Puncaknya, ritual satu suro adalah pembakaran sangkala berupa patung raksasa. Lambang sangakala ini merupakan gambaran keangkaramurkaan sifat manusia di dunia. Hal ini bertujuan agar manusia bisa dijauhkan dari sifat jahat. Lalu patung raksasa itu akan dibakar sambal diiringi tarian raksasa.
Ritual satu suro gunung kawi adalah salah satu peninggalan leuhur yang wajib dilestarikan. Karena ritual ini memiliki tujuan mulia bagi masyarakat sekitar kawi. Walaupun zaman sudah modern, yapi mendekatkan diri kepada yang maha kuasa adalah sebuah hal yang penting. Apalagi mendoakan bagi leluhur agar kita diberi berhag serta perlindungan dari Tuhan yang Maha Esa dan dijauhkan dari segala sifat dan perilaku jahat. –zz-
Baca juga: Sejarah Peristiwa Rengasdengklok Menjelang Proklamasi